![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhC_tmlf2R4qaO4HlCMrrKMRHmxvhp_FCLpmSe3jYZdCvkk_yOhC9saPNS5-7286c3-46UQ5IkL8zS2LJcN9NUx8a1SUeAq1XdkO9GN_LtObr_kUtdWk8En4I3owzyRcQoADaeNMvo9Z07J/s400/unduhan+%25282%2529.jpg)
"Tak ada program transmigrasi baru di sana . Yang benar ada program pencetakan sawah baru bukan di desa Batlale tapi di desa tetangga , Awaelinan. Desa ini sebelumnya dikenal dengan sebutan transmigrasi Keramat dan telah diserahkan ke pemkab Buru tahun 2010 lalu. Kini telah menjadi desa difinitif," kata Kadis Nakertrans Buru Ridwan Tukuboya SE dalam siaran pers yang diterima media ini, Sabtu (7/5), mengklarifikasi pemberitaan, yang menuding intansinya mengambil tanah warga Desa Batlale untuk program transmigrasi.
Menurut Tukuboya, kenyataan di lapangan tidak ada yang kehilangan tanah adat. Tanah adat di Batlale dari turun temurun punya, Soa Fua. "Lahan yang ditempati warga Batlale, juga milik Soa Fua yang sudah diikhlaskan kepada warga disana," ungkapnya mengutip siaran pers oleh Kabag Humas PemKab Buru, Syahfan Umasugi, MA.
Dijelaskan lebih lanjut, di tahun 2005 lalu juga telah dihibahkan 260 ha untuk dijadikan pemukiman transmigrasi dengan pembagian Warga trans 50 persen dari Pulau Jawa dan 50 persen warga lokal, termasuk beberapa kepala keluarga asal Batlale.
Selama menempati lahan transmigran yang awalnya bernama Karamat tersebut, pemerintah belum pernah mencetak sawah irigasi terhadap warga disana. Selama lahan sawah belum pernah dicetak,ada terjadi perluasan desa Batlale yang memakan lahan untuk persawahan seluas 3, 5 ha yang kini sudah beberapa rumah warga dan juga ada satu unit gereja.
"Perluasan desa tersebut tidak ada masalah, dan sudah ada persetujuan serta diketahui pelaksana Raja Petuanan Lisela, Arief Hentihu dan juga camat Air buaya, Nyong Hentihu," jelasnya.
Dia mengakui, isu penggusuran warga Batlale mulai hangat, setelah masuknya proyek pencetakan sawah baru di lahan pertanian milik eks trans jawa maupun trans lokal. "Ada yang mengipasi warga kalau pemukiman mereka akan diratakan untuk program transmigran. Padahal faktanya bukan seperti itu," kata Tukuboya.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kabupaten Buru, tambah Tukuboya, tak pernah berencana mendatangkan transmigran baru disana, apalagi sampai mengorbankan warga Batlale bahkan nama instansi ikut terbawa-bawa.
Yang benar, lanjut Tukuboya, sebelum ada program pencetakan sawah di tahun 2016, ada kurang lebih 6 persil tanah yang sedianya dijadikan sawah irigasi, saat masih diterlantarkan, telah ditanami oleh 6 warga Batlale dengan tanaman umur pendek, seperti ketela pohon dan jagung, bahkan ada beberapa pohon kelapa juga ditanami di sana dan ada yang membangun rumah kebun.
Dijelaskan lebih lanjut, karena dari perencanaan awal, lahan itu untuk dijadikan sawah irigasi, maka saat program cetak sawah masuk tahun 2016 ini, lahan tersebut juga ikut dicetak menjadi sawah bersama areal lainnya milik warga eks trans. Nantinya, setelah dicetak menjadi sawah, maka lahan sawah itu tetap menjadi milik mereka yang sebelumnya telah berkebun di sana, termasuk 6 warga Batlale ini.
"Tapi saat kami turun di lapangan, ternyata sudah ada provokasi luar biasa. Ada yang menghasut warga Batlale kalau pemukiman dan Gereja mereka juga akan digusur dan dijadikan lahan transmigrasi. Padahal Dinas Nakertrans tak punya agenda membangun pemukiman trans di sana, apalagi sampai menggusur rumah warga dan desa Batlale " tuturnya.
Ditambahkannya, kebun rakyat di belakang Desa Batlale dimana terdapat tanaman umur panjang dan berjejer memanjang di sisi lembah, tak masuk dalam agenda pencetakan sawah. Proyek cetak sawah dikendalikan Kodim 1506 Namlea yang bekerjasama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Buru.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Buru dituding menggunakan hak ulayat masyarakat adat Batlale untuk dijadikan lokasi transmigrasi secara sepihak dan memerintahkan masyarakat mengosongkan lahan yang selama ini ditempati.
Akibat penyerobotan lahan oleh Pemkab Buru, Yayasan Pos Bantuan Hukum (Posbankum) Ambon yang mendampingi masyarakat adat Batlale akan melaporkan pemerintah kabupaten Buru ke Polda Maluku atas tindak pidana penggusuran dan penyerobotan lahan milik masyarakat adat Desa Batlale, Kecamatan Air Buaya.
Tidak hanya Pemkab Buru yang dilaporkan, Oknum Babinsa berinisial Sertu KD yang diduga ikut mendukung upaya penyerobotan dan penggusuran akan dilaporkan ke Pangdam XVI Pattimura. (TribunMaluku)