Wednesday, 24 May 2017

11:42:00
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Masjid Jami’ Ambon Jadi Simbol Persaudaraan Sarani dan Salam.
Masjid Jami’ Ambon Jadi Simbol Persaudaraan Sarani dan Salam
AMBON, KALWEDO - Masjid Jami’ adalah salah satu masjid yang terletak di kota Ambon. Provinsi Maluku Masjid ini pertama kali di bangun pada tahun 1860 masehi, dengan beratapkan daun rumbia. Di  tahun 1805 diperluas dan diperbaiki menjadi bangunan semi permanen beratapkan seng. Namun pada tahun 1933, Kota Ambon dilanda banjir bandang yang menganyutkan banyak rumah penduduk, mirisnya Masjid ini pun rusak, dan pada tahun 1936 pembangunan Masjid yang lebih permanen  dan lebih besar kembali dilakukan, fondasi dibikin lebih tinggi guna menghindari luapan sungai wai batugaja.  Menurut sejarah, penimbunan pasir dan batu untuk meninggikan lantai dasar masjid membutuhkan waktu yang cukup lama. Pembangunan  Masjid pasca banjir bandang itu dipelopori oleh Imam Besar Ambon yang pada saat itu adalah Haji Abdul Kader Hatala. 

“Ditahun  1940 Masjid ini pun rampung, waktu itu merupakan saat- saat menjelang masuknya tentara Jepang ke Maluku. Di  tahun 1942, kota ini kembali dilalap sijago merah yang menyebabkan kebakaran  besar sepanjang Sungai Wai Batugaja dan sekitarnya, namun dengan kuasa Sang Pencipta Allah SWT, Masjid yang diberi nama Masjid Jami’ ini tetap berdiri kokoh tanpa tersentuh sedikitpun ngamukan sijago merah. Tidak berhenti disitu, pada tahun 1944 yakni perang dunia ke dua, pesawat- pesawat terbang milik sekutu menjadikan Kota Ambon sebagai sasaran pemboman, dimana Masjid Jami’ menjadi sasaran utama, namun sekali lagi Allah Aza Wajjalah menyelamatkan Rumah Ibadah Umat Muhammad itu tanpa meninggalkan secuil bekas pun, padahal sekitar Masjid tertua di Kota Ambon itu hancur lebur oleh amukan bom yang dihujani sekutu melalui udara,” itulah sekilas sejarah Masjid tertua di Kota Ambon yang diberi nama Masjid Jami’ yang di tuturkan Rusdi M. Nur, Staf Sekeretariat Masjid Jami’ Kota Ambon kepada RRI Jumat (24/2).

Menurut  lelaki separuh baya itu, Masjid Jami’ dijadikan sebagai sasaran sekutu juga terjadi pada tahun 1950 yang merupakan peristiwa pemberontakan RMS. Saat  itu masjid ini termasuk sasaran. Sehingga enam orang penjaga dan ahli ibadah di Masjid Jami’ diciduk dan merekapun syahid, setelah itu kota ini kembali dibumihanguskan oleh perang RMS namun kuasa Allah kembali ditunjukan dengan tetap berdiri kokoh masjid yang saat ini berseblahan dengan Masjid Raya Al-Fatah Ambon itu.

Ikatan orang basudara meskipun berbeda suku dan agama merupakan ciri khas orang maluku sejak nenek moyang dahulu. Hal itu juga terlihat pada sejarah berdirinya masjid tertua di kota ambon ini. Menurut  sejarah, masjid berwarna hijau yang sejuk dan nyaman disetiap waktu ini, bukan hanya dibangun oleh  umat islam saja , melainkan juga sentuhan tangan basudara sarani atau umat kristiani dari  negeri Amahusu  dan sekitarnya yang berdekatan dengan masjid Jami’ itu.

“ Untuk meninggalkan sejarah bagi anak cucu, sejumlah peninggalan sejarah Masjid Jami’ masih ada hingga saat ini, misalnya tifa atau beduk yang diprediksikan telah berusia seratus tahun, sejumlah tehel berwarna merah bermotif bunga yang terletak di posisi tengah dalam masjid, ukiran di tiang- tiang masjid serta dinding berwarna putih hijau dengan interior zaman dulu masih terpampang rapi di dalam masjid. Kalian bisa masuk ke dalam Masjid dan saksikan sendiri peninggalan sejarah itu,” tutur  Rusdi.

Masjid  Jami’ sudah tidak dijadikan sebagai Masjid utama pelaksanaan sholat jumat, karena saat ini kota Ambon telah memiliki Masjid Raya Al-Fattah yang terletak berdampingan dengan Masjid tertua di Kota Ambon itu. Masjid  Al-Fattah di bangun pada tahun 1960 masehi dan diresmikan pada tahun 1984 yang secara otomatis pelaksanaan sholat jumat dipindahkan dari Masjid Jami’ ke Al-Fattah yang ditandai dengan memindahan mimbar Masjid. Meskipun  sudah tidak menjalankan fungsinya sebagai masjid utama namun rumah ibadah umat muslim itu, hingga kini masi dibanjiri kaum muslimin yang memilih menunaikan sholat lima waktu di sana. Selain  itu Masjid Jami’ juga dijadikan sebagai objek wisata bagi wisatawan lokal maupun manca negara.

“Turis  manca negara sering datang ke masjid pertama di kota ambon ini, baik menjalankan perintah Allah SWT yakni sholat lima waktu maupun sekedar mengetahui sejarah peninggalan orang tua zaman dahulu dan bukti sejarah kerukunan umat beragama di Maluku itu. Masjid  Jami’ juga sering dijadikan sebagai salah satu tempat belajar sejarah oleh para pelajar di kota yang dicanangkan sebagai Ambon City of Musik ini, baik karena tuntutan sekolah maupun keinginan pribadi.  Masjid  ini di buka untuk umum sejak pukul 10 pagi hingga malam hari pasca ibadah sholat isya, namun tidak menutup kemungkinan waktu diperpanjang di atas jam yang ditetapkan apabila dibutuhkan atau bisa dikatakan waktu buka dan tutup kondisional sesuai kebutuhan,” Jelasnya.

Bangga  memiliki Masjid Jami’ dan merasa nyaman menunaikan ibadah sholat maupun belajar sejarah di masjid tertua di kota Ambon itu, juga dirasakan salah seorang mahasiswa asal Kota Masohi Kabupaten Maluku Tengah yang bernama Irfan Sani. Remaja 17 tahun itu mengaku mendapat banyak ilmu dan pengetahuan saat berkunjung di masjid yang didominasi warna hijau itu.

“Seneng sekali datang ke Masjid Jami’ ini, karena selain sholat, saya juga mendapatkan banyak pengetahuan, belajar sejarah ornament- ornament zaman dulu, tehelnya yang di tengah dalam masjid juga ada beberapa yang masih menggunakan tehel lama. Di masjid ini juga masih ada tifa yang diprediksiskan berumur ratusan tahun,” ungkap Irfan Sani.

Menurut Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Maluku, Nus Tiweri Masjid Jami’ Kota Ambon merupakan cagar budaya karena telah berusia ratusan tahun.

“Kalo masuk ke cagar budaya itu, benda- benda peninggalan zaman dulu yang telah berusia ratusan tahun, dan Masjid Jami’ itu sudah berusia ratusan tahun jadi sudah masuk cagar budaya,” tutur Tiweri.

Masjid Jami’ menjadi simbol umat muslim di Maluku serta menjadi bukti nyata kerukunan umat beragama di Negeri Seribu Pulau ini, dimana masjid yang hingga kini berdiri kokoh di depan jalan menuju pusat kota Ambon merupakan hasil perpaduan ukiran tangan umat islam dan kristani atau yang dikenal di Maluku dengan  basudara salam dan basudara sarani. Masjid  yang sejuk dipandang mata dan nyaman disinggahi ini menjadi salah satu pegangan kuat bagi masyarakat Maluku untuk menjadikan bumi raja- raja ini sebagai labolatorium kerukunan umat beragama terbaik di Indonesia bahkan Dunia. Semoga  hal itu dapat terwujud demi Maluku lebih baik.   (rri)