Wednesday, 31 August 2016

08:38:00
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Kejari Maluku Dinilai Tidak Konsisten Usut Skandal Gunung Botak.
AMBON -  Langkah tim penye­lidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku dinilai mulai bergerak tidak teratur dan tidak konsisten dalam mengusut dugaan skandal korupsi penataan kawasan tambang emas Gunung Botak, Kabu­paten Buru.

Kucuran dana milyaran rupiah dari PT Buana Pratama Se­jahtera (BPS) ke rekening Kadis ESDM Maluku, Martha M Nanlohy yang sejak awal menjadi bidikan, kini sudah ber­ubah arah. Panggil sana, pa­nggil sini, tak jelas tujuan­nya.

Agenda pemeriksaan Mar­tha tak pernah lagi jalan. Bahkan Direktur Utama PT BPS Mintaria Loesiahari yang sudah tiga kali mangkir, Kejati Maluku hanya berdiam diri. Tak ada langkah tegas yang diambil.

Belum tuntas memeriksa Martha dan PT BPS, tim pe­nyelidik bergerak ke sana ke mari. Dinas PU Maluku yang mengikuti prosedur un­tuk penataan kawasan Gu­nung Botak dengan meng­gelar lelang justru kini men­jadi sasaran bidikan. Ada apa dengan Kejati Maluku?.

“Mana ada jaksa bertindak tegas terhadap Bos PT BPS. Kadis ESDM juga tak lagi disentuh. Jadi Kejati Maluku tak lagi konsisten untuk me­ngusut kasus ini,” ujar sum­ber Siwalima, Senin (29/8).

Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapu­let­te yang dikonfirmasi me­ngatakan, kasus penataan Gunung Botak masih dalam pe­nyelidikan, sehingga jak­sa masih mengumpulkan ke­terangan dari berbagai pihak.

“Ini kan kasusnya masih lidik. Masih butuh ketera­ngan sejumlah pihak. Pema­nggi­lan untuk permintaan ketera­ngan masih dilaku­kan. Hanya saja saat ini jaksa tengah fo­kus untuk perkara yang sudah tahap penyidikan dan hampir selesai masa penahanannya bukan berarti kasus ini tak diproses,” kata Sapulette.

Pemeriksaan terhadap Kadis ESDM Maluku, Martha M Nanlohy yang telah di­agendakan, tak pernah ber­jalan. Pemeriksaan Martha adalah pemeriksaan kedua. Ia memiliki peran ganda. Selain Kadis ESDM Maluku, ia juga menjabat Penang­gung jawab Administrasi dan Keuangan yang mengelola duit PT BPS.

Hal itu terlihat jelas dalam Surat Perintah Kerja (SPK) yang diterbitkan Martha kepada PT BPS. SPK Nomor 540/415.1.SPK.XI.ESDM 2015 tanggal 10 November 2015 yang telah beredar luas di mas­yarakat itu, ditan­data­ngani oleh Martha di atas materai 6000 untuk dan atas nama Dinas ESDM Ma­luku sebagai Penanggung jawab Administrasi dan Keuangan.

Sebelah kanan tertera tanda tangan Mintaria Loe­siahari selaku Direktur Uta­ma PT BPS.

Dalam SPK itu juga dise­butkan, pekerjaan yang dila­kukan PT BPS adalah pena­taan lokasi penambangan tanpa izin di Gunung Botak dan Gogorea. Waktu pelak­sanaan pekerjaan enam bulan, sumber dananya di­be­bankan kepada PT BPS, dengan nilai pekerjaan Rp 5.140.300.000,-.

Anggaran Rp 5.140.300. 000,- itu, untuk membiayai pe­kerjaan: Satu, pra sosiali­sasi dan pengamatan (rapat-ra­pat) senilai Rp 108.200.000. Dua, sosialisasi lingkungan dan sosialisasi pertamba­ngan Rp 490.700.000.Tiga, penyisi­ran/pengosongan dan penem­patan pos penjagaan Rp 4.386.900.000. Empat, ho­nor tim terpadu Rp 154.500. 000.

Selanjutnya, pasal 3 butir 3 SKP tersebut yang meng­atur tentang pembayaran disebutkan, jumlah angsu­ran dibayarkan langsung ke­pada PIHAK PERTAMA de­ngan nomor rekening 152-00-1470­392-6 atas nama Ir. Martha Magdalena Nanlohy-Plantina Talle.

Dalam kapasitas sebagai Penanggung jawab Admini­strasi dan Keuangan, Martha juga yang mengurusi penye­waan excavator untuk me­nun­jang operasional BPS di Gunung Botak dan Gogorea.

Selain Rp 5.140.300.000,- itu, ada juga aliran dana mi­liaran rupiah yang dikucur­kan oleh PT BPS ke rekening Martha.

Martha sendiri mengaku, menerima kucuran dana setiap bulan Rp 2,3 miliar dari PT BPS. Ia sudah mea bu­lan November, dan beri­kut­nya bulan Desember  2015. Jadi total uang PT BPS yang sudah masuk ke reke­ningnya Rp 4,6 miliar.

PT BPS akan menyetor tiap bulannya ke rekening Martha Rp 2,3 miliar hingga bulan April 2016. Sehingga total uang yang bakal masuk ke rekeningnya selama enam bulan sebesar Rp 13,8 miliar.

“Selama enam bulan se­jak November sampai April 2016 PT BPS memberikan 2,3 miliar per bulan hanya untuk biaya pengamanan saja,” kata Martha kepada wartawan usai rapat tertutup dengan Pemkab Buru dan masyarakat adat Buru di kantor gubernur, Senin 11 Januari 2016 lalu.

Sejumlah dokumen disita dari tangan Martha. Doku­men yang terkait dengan kerjasama PT BPS dengan Martha itu,  diambil saat dia diperiksa jaksa I Putu Agus, Senin (27/6) lalu.

Dana miliaran yang diku­cur­kan PT BPS  itu, diduga se­ba­gai kompensasi dari MoU ter­selubung antara Ka­dis ESDM dan PT BPS untuk mengga­rap emas di Gunung Botak, berkedok pembersi­han lim­bah merkuri dan sia­nida.

Kalangan akademisi hu­kum dan DPRD menilai, Ka­dis ESDM telah melanggar Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah. Pasal 19 ayat (1) me­ne­gaskan, penerimaan hi­bah oleh Pemerintah Daerah dianggarkan dalam Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah sebagai jenis pendapatan hibah sesuai dengan keten­tuan peraturan perundang-undangan.

Bunyi aturan ini jelas, dana hibah harus tercatat dalam pos APBD, bukan parkir di rekening Martha. Te­tapi Martha selalu meng­klaim, apa yang dilakukan­nya sudah sesuai prosedur, dan tidak ada yang mela­nggar hukum.

Kepala Badan Pendapa­tan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Maluku saat itu, Zulkifi Anwar, me­mas­tikan, Martha Nanlohy telah menyalahi aturan de­ngan memasukan dana hi­bah ke rekening pribadi. Hal ini ditegaskan Zulkifi saat di­hadirkan dalam rapat de­ngan Komisi B DPRD Ma­luku, Selasa (8/3) lalu.

“Harusnya dana yang ma­suk dari pihak ketiga, ma­suk sebagai pendapatan di APBD dan keluar sebagai be­lanja program, dan itu baru sesuai dengan aturan,” kata Zulkifi saat ditanya Komisi B me­nyangkut meka­nisme penya­luran dana pi­hak ketiga ke Pemprov Maluku.

Zulkifi menjelaskan, pera­turan mengenai pengelo­laan keuangan daerah ber­sifat onimbus regulation (menyeluruh) dan tidak ada SKPD yang mendapat per­lakukan khusus.

“Saya mengambil contoh dari PP 58 tentang penge­lolaan keuangan daerah pada pasal 17 ayat 1 dise­butkan bahwa yang menya­ngkut semua penerimaan atau pendapatan daerah dan yang menyangkut penge­luaran atau belanja daerah dalam bentuk uang atau barang atau jasa harus dianggarkan dalam APBD,” jelasnya

Kejati Maluku harusnya konsisten untuk mengusut du­gaan keterlibatan Kadis ESDM Maluku, bukan ber­gerak liar dengan tujuan tertentu. (siwalima.com/kompas.com)