Monday, 17 February 2020

16:56:00
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca MODEL PLURALISME ORANG KEI. LANGGUR, LELEMUKU.COM - Selamat datang di Lelemuku.com, saat ini anda akan membaca artikel terkait Kabupaten Maluku Tenggara berjudul MODEL PLURALISME ORANG KEI. Silahkan membaca.

Oleh : YOS F RETTOBJAAN

Masyarakat adat Kei terbentuk sejak ribuan tahun silam dari berbagai latar belakang, baik dari sisi asal usul maupun keyakinan dan kepercayaan. Latar belakang asal usul, seperti yang berasal dari Jawa dan Bali, Tidore dan Ternate, Luang, seram, Banda dan lain-lain. Namun keberagaman ini oleh leluhur Kei mampu dipersatukan menjadi persekutuan masyarakat adat Kei sejak penyebaran hukum adat Larwul Ngabal, berupa ohoi nuhu, utan lor, dan ursiw lorlim. Bahkan ketika agama mulai masuk baik Islam maupun Kristen, dibanyak desa (ohoi) disepakati antar saudara, sehingga ada yang memeluk agama Kristen dan ada yang memeluk agama islam dengan tetap menjaga jalinan hubungan kekerabatan dan persaudaraan.

Jalinan hubungan kekerabatan dan persaudaraan antar orang Kei pada saman dahulu melampaui batas desa, agama bahkan pulau. Dan yang sangat menarik dari kehidupan kekerabatan orang Kei dari sisi perbedaan agama yang masih dirasakan sampai dekade tahun 1980-an adalah misalnya saling mengunjungi, nginap bersama saudara beda agama, minum makan bersama dan perkawinan beda agama. Namun keunikan dan kekuatan persekutuan masyarakat ini telah luntur karena berbagai pengaruh seperti fanatisme golongan, logika berpikir menurut budaya daerah lain dan pengaruh arus modernisasi serta kemajuan perkembangan teknologi informasi menyebabkan orang Kei mulai bersifat individualisme, tidak peduli terhadap sesama dan kesenjangan sosial yang semakin terasa, sehingga peristiwa memalukan pernah terjadi tahun 1999.

Mencermati Keunikan budaya dan nilai-nilai kekerabatan warisan leluhur Kei, maka generasi muda Kei perlu belajar agar dapat melestarikan budaya dan nilai-nilai dimaksud, sehingga dapat menepis berbagai pengaruh profokatif yang dapat menyesatkan dan memecah belah kerukunan hidup sebagai orang Kei yang sebenarnya terikat sebagai kesatuan persekutuan masyarakat adat karena hubungan dara (yan ur mangohoi) ikatan persaudaraan karena kesepakatan leluhur (Khoi maduan dan tea bel) dan hubungan teritorial (wilayah kekuasaan).

Sebagai panduan refleksi maka generasi mudah Kei perlu mendalami beberapa pertanyaan kritis sebagai berikut:

  1. Sejauh mana kita pahami keunikan dan nilai-nilai kekerabatan warisan leluhur kita?
  2. Apakah polah hidup leluhur kei sebagaimana telah digambarkan di atas bertentangan dengan kehendak Allah?
  3. Mengapa peristiwa memalukan tahun 1999 bisa terjadi di Kepulauan Kei?
  4. Mengapa orang Kei bisa menyelesaikan sendiri permasalahan tahun 1999 tanpa bantuan pihak lain?

Kiranya pertanyaan refleksi ini memacu kita sebagai generasi muda Kei untuk merefleksikan diri kita, lingkungan kita dan membangkitkan semangat kita untuk terus menggali nilai-nilai kearifan warisan leluhur kita sebagai pegangan hidup kita.

Terima kasih karena telah membaca informasi dari Pemkab Malra dengan judul MODEL PLURALISME ORANG KEI. Silahkan membagikan berita ini kepada rekan-rekan anda.