
Khusus untuk areal hutan produksi dan produksi terbatas, telah dikelola untuk menghasilkan kayu bulat oleh berbagai pihak seperti pengusaha HPH, IUPHHK, maupun masyarakat secara individu serta kelompok usaha (koperasi) dan lainnya dan telah berlangsung sejak awal tahun 1970-an.
Kegiatan pengeksplotasian ini telah memberikan dampak positif bagi negara pada umumnya dan daerah Maluku khususnya. Dampak positif bagi negara yaitu perolehan devisa yang cukup besar, bahkan pernah menduduki urutan kedua penghasil devisa terbesar setelah gas dan minyak bumi. Khusus bagi daerah Maluku hasil kegiatan eksploitadsi hutan ini telah mampu meningkatkan pendapatan asli daerah yang selanjutnya digunakan untuk pembangunan daerah Maluku. Namun demikian bukan hanya dampak positif yang diberikan , tetapi kegiatan pengeksploitasian ini juga memberikan dampak negatif yang cukup besar.
Dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kegiatan ini adalah menurunnya potensi sumberdaya hutan, rusaknya ekosistem hutan, mengeringnya sumber-sumber air yang tercermin dari mengeringnya sungai-sungai di musim kemarau dan meluapnya aliran sungai di musim hujan, terhamparnya lahan kritis,dan lainnya sehingga menimbulkan kerusakan yang cukup besar.
Kondisi kerusakan hutan sebagai akibat eksploitasi sumberdaya hutan terutama kayu bulat, saat ini semakin memprihatinkan. Hal ini dikarenakan perlindungan areal hutan dan isinya seperti yang diamanatkan dalam Undangundang dan peraturan pemerintah serta aturan sejenisnya tidak dihiraukan oleh para pengelola hutan termasuk pemilik hutan (pemerintah dalam hal ini Departemen kehutanan), yang justru terkadang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan pengrusakan hutan itu sendiri, serta masyarakat secara individu dan kelompok yang ingin mengeruk keuntungan dari kegiatan ini. Akibat dari semua kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan tanpa memperhatikan azas kelestarian ini menyebabkan kawasan hutan di Maluku yang menjadi rusak telah mencapai 2.762.754 ha (59%) dari total daerah berhutan dan perlu penanganan secara seksama, (Dinas kehutanan Provinsi Maluku,2007).
Di samping itu masih terdapat areal di luar kawasan hutan yang juga perlu direhabilitasi seluas 310.071 ha. Untuk mengatasi permasalahan kerusakan hutan dan dampaknya yang telah disebutkan di atas, maka pemerintah lewat Departemen Kehutanan telah melaksanakan program rehabilitasi hutan dan lahan, dengan memanfaatkan dana DAK-DR maupun dana GN-RHL/GERHAN.